BADUNG – Di balik pesona eksotik Pulau Bali yang mendunia, tersembunyi luka mendalam yang mengikis sendi-sendi perekonomian masyarakat setempat. Banyak turis asing membanjiri pulau ini. Namun jejak mereka sulit dideteksi dalam catatan resmi sektor pariwisata.
Fenomena ini cukup mengejutkan: wisatawan memilih menginap di vila pribadi, asrama, atau wisma mewah yang tidak memiliki izin resmi. Selain itu, terdapat praktik ilegal di mana orang asing (WNA) menyewa properti secara online dan kemudian menyewakannya kembali kepada orang asing lainnya. Seringkali bahkan sebelum menginjakkan kaki di sana secara langsung.
“Bahkan ada satu kasus di Seminyak yang berakhir tragis. Satu turis melebihi izin tinggalnya, terjadi kerusuhan, dan satu polisi tewas. Ternyata tempat tinggal tempat kejadian itu ilegal,” kata Guru Besar Pariwisata Dr I Putu Anom. dari Universitas Udayana
Dia menekankan bahwa lemahnya regulasi properti yang disewakan kepada orang asing menciptakan celah besar bagi bisnis ilegal. Warga yang menyewa rumah atau kamar tanpa konfirmasi akomodasi resmi juga ‘tersedot’ ke dalam lingkaran ini. Akibatnya, pendapatan dari sektor pajak hotel dan restoran hilang.
“Satu wisma bisa sewa kamar Rp 2-3 juta per bulan. Kalau kamar 10, nett Rp 30 juta tidak dicatat. Dan tidak perlu bayar pajak. Untungnya pribadi. Daerah tidak mendapat apa-apa,” tegasnya.
Yang lebih mengejutkan lagi, banyak orang asing yang menggunakan nama masyarakat lokal sebagai perantara dalam pembelian tanah. Setelah pembangunan vila tersebut, properti tersebut kemudian disewakan kepada wisatawan asing lainnya. Sekali lagi, hanya penduduk setempat yang menjadi satu-satunya nama dalam akta tersebut. tanpa memiliki kekuasaan atas aset yang ada
Profesor Anom yakin ini adalah kebocoran sistem yang serius. Potensi untuk menghasilkan pendapatan di wilayah ini kemungkinan besar besar. Hal ini secara efektif telah hilang karena kurangnya pengawasan dan regulasi. Ia menganjurkan agar regulasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah. Namun hal ini juga harus mencakup desa adat dan desa formal.
“Mereka tahu siapa pemiliknya dan siapa penyewanya. Pencatatan secara normal bisa dilakukan dari tingkat paling bawah agar tidak terjadi penyelewengan,” sarannya.
Terakhir, Profesor Anom mengingatkan bahwa kebijakan visa seperti visa emas dan visa pensiun harus ditinjau ulang. Ia khawatir celah ini bisa dijadikan pintu masuk hukum bagi kegiatan usaha ilegal.(Ray)




