Bisnis Ilegal Turis Asing Rugikan Bali, Okupansi Hotel Anjlok

DENPASAR – Industri pariwisata Bali menghadapi ancaman serius. Meski jumlah wisman yang datang melalui penerbangan langsung mencapai 16-17 ribu orang setiap harinya, namun okupansi hotel berbintang terus menurun.

Tokoh pariwisata Bali, Dr I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA menilai situasi ini aneh. Ia menyoroti maraknya praktik bisnis ilegal yang dilakukan warga negara asing (WNA) di Pulau Dewata.

“Vila banyak yang dibangun di atas tanah yang disewakan jangka panjang oleh asing, kemudian disewakan kembali kepada rekannya dari luar negeri. Transaksinya dilakukan di luar negeri, sehingga tidak terdaftar dan tidak memberikan keuntungan bagi daerah atau pemilik tanah,” kata Rai Suryawijaya, 11 Mei 2025.

Menurut dia, praktik tersebut tidak hanya melanggar aturan, tapi juga mengancam keadilan ekonomi dan kedaulatan fiskal Bali. Cara lain yang berkembang adalah dengan menyewa kamar di hostel atau kondominium, kemudian menjualnya secara online melalui platform seperti Airbnb dan OTA (Online Travel Agent).

“Mereka menyewa 10 kamar, lalu dijual lagi. Ini bukan wisatawan, tapi pedagang liar,” tegasnya.

Rai mendesak pemerintah daerah membentuk gugus tugas untuk melakukan penyisiran dan audit. “Kita kehilangan potensi pajak yang sangat besar, baik dari hotel, restoran, hingga pendapatan. Ini harus disikapi dengan tegas,” serunya.

Ia juga menekankan perbedaan antara pelaku usaha lokal dan pemodal asing. UMKM lokal kini harus bersaing dengan aliran modal asing yang tak terkekang.

Penurunan tingkat okupansi hotel juga diperparah dengan efisiensi anggaran pemerintah pusat sehingga berdampak pada minimnya kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition). Ballroomnya kosong karena tidak ada anggaran resmi lagi. Ini berdampak pada hotel berbintang, jelasnya.

Meski demikian, Rai mengapresiasi program nasional seperti makan siang gratis untuk ketahanan pangan dan pendidikan. Namun, ia menekankan bahwa efisiensi tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan pariwisata.

Target kunjungan wisman ke Bali pada tahun 2025 ditetapkan sebesar 6,5 juta orang. Rai menilai target tersebut realistis jika situasi bisa dikendalikan. Ia mengajak semua pihak – pengusaha, pemerintah, akademisi, masyarakat, dan wisatawan – untuk bekerja sama.

“Pariwisata kita harus berkualitas dan bermartabat. Hukum harus ditegakkan, termasuk di sektor transportasi dan kepemilikan lahan,” tutupnya. (Sinar) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *