Jakarta – Momen menegangkan menanti! Besok, Selasa, gencatan senjata perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok akan berakhir. Kita semua bertanya-tanya apakah Presiden Donald Trump akan memperpanjang tarif atau mengancam akan mengenakan tarif yang lebih tinggi.
Dua negara dengan perekonomian terbesar sebelumnya telah menyetujui penangguhan selama 90 hari, namun menyetujui penangguhan tersebut pada bulan Mei. Ketika kedua belah pihak bertemu di Stockholm, Finlandia bulan lalu, ada harapan untuk menjajaki kemungkinan memperpanjang gencatan senjata jika perundingan menemui jalan buntu pada 12 Agustus.
Sebelum D-Day, Tiongkok mengirimkan harapan. Mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan baru-baru ini bahwa mereka berharap Amerika Serikat akan mengambil langkah-langkah konstruktif menuju perjanjian tersebut.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian mengatakan pada Senin, 11 Agustus 2025 (8 November 2025) bahwa Amerika Serikat berharap dapat bekerja sama dengan Tiongkok untuk menindaklanjuti kesepakatan penting yang dicapai dalam konferensi telepon antara kedua pemimpin dan berupaya mencapai hasil positif berdasarkan kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan.
Sebagai referensi, pada masa gencatan senjata pada Mei lalu, Amerika Serikat dan Tiongkok memberlakukan tarif impor sementara. Artinya, tarif sebesar 30% dikenakan pada barang-barang yang dikirim dari Beijing ke Washington, dan 10% pada barang-barang yang dikirim ke arah lain.
Sementara itu, Perwakilan Dagang AS (USTR) Jamison Greer menegaskan bahwa Presiden Trump akan membuat “keputusan akhir” mengenai perpanjangan moratorium tarif. Artinya nasib hubungan dagang kedua negara raksasa itu sepenuhnya berada di tangan presiden.
Keputusan ini bukan hanya soal angka dan persentase. Dampaknya akan terasa di banyak sektor industri dan bahkan mungkin berdampak pada dompet konsumen. Mari kita lihat apa keputusan Trump besok. Apakah Trump akan memilih jalan damai atau kembali ke medan perang tarif? (internasional)